"Are you hurts?" Malik membelai rambut Khaye halus, Khaye menggumam, "Boleh ambilin tissue?" ujarnya dengan mata terpejam.
Malik beranjak dari tempat tidur, dan mengambil kotak tisu di nakas. Khaye tertawa, "I just need one, thank you."
"Mandi aja, Ye," ujar Malik. "And you will slip in? No." Khaye membersihkan area perutnya.
Malik terkekeh, "I won't." Khaye menggeleng, "Can you make me a hot chocolate instead? I'll wash up."
Malik mengangguk, lalu berjalan menuju lantai bawah apartmentnya.
Ia meraih gelas di lemari dan merogoh bungkusan coklat panas instan di laci.
Malik terdiam, lalu berlari ke tangga, "Do you want some snack?!" teriaknya.
"That would be great!" seru Khaye samar-samar dari kamar mandi.
Malik tersenyum kecil sembari meracik cokelat panasnya, Ia lalu mengambil beberapa kudapan kecil yang sering Ia simpan untuk berjaga-jaga.
Berjaga-jaga kalau Khaye membutuhkannya.
Tak lama, hidungnya menangkap semerbak bau harum, Malik berbalik, “Loh, cepet?”
Khaye mengeringkan rambutnya dengan handuk, “Dingin, gak mau lama-lama.” Gadis itu lalu melempar handuknya ke Malik, “Your turn. I don’t eat with smelly person.”
Malik menyeringai, “Aku bawa ini dulu ke atas,” katanya dengan tangan sibuk menata makanan yang disiapkannya tadi. Khaye menggeleng, “Aku aja, kamu mandi, aku pindahin, kamu selesai kita tinggal makan, kan cepet.”
Malik tersenyum, “Okay be careful ya,” ujarnya, yang dibalas dengan anggukan kecil dari Khaye.
Malik kemudian berlari ke tangga menuju kamarnya, lalu sibuk membersihkan dirinya, menghujani tubuhnya dengan air dari shower dan memastikan setiap inci miliknya tersentuh sabun agar wangi, seperti kesukaan Khaye selama ini.
Setelah mengeringkan tubuh, Malik mengenakan pakaiannya, dan keluar dari kamar.
Kepalanya melongok ke lantai bawah, sudah tidak terdengar ada tanda-tanda manusia. Akhirnya Malik naik ke lantai tiga.
Senyumnya merekah melihat punggung mungil yang membelakanginya, sedang menatap langit.
Malik berjalan mendekat dan mengecup kepalanya dari belakang, “Kelamaan gak?”
Khaye menggeleng, “Tapi cokelatnya kayanya dingin.”
Malik memposisikan dirinya di sebelah Khaye, “Ya gakpapa,” kekehnya, lalu menerima sodoran gelas dari Khaye, “Makasih.”
Khaye tersenyum, “This view never dissapoints me,” gumamnya, melihat ke depan. Malik merangkul Khaye, “Glad if you like it.”
“Aku beli penthouse kamu,” usil Khaye. Malik tertawa sambil mencubit hidung gadisnya pelan, “Bayar pake cinta gak bisa kebeli listrik sama air ya.”
“Well, it’s not like that I love you,” kekeh Khaye.